Minggu, 05 Mei 2024

INFORMASI :

SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI PEMERINTAH DESA NAMPUDADI KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN, JAM OPERASIONAL PELAYANAN HARI SENIN - KAMIS JAM 08.00 S/D 15.00, HARI JUM'AT JAM 08.00 S/D 11.00, PATUHI PROTOKOL KESEHATAN COVID - 19
 

SEJARAH DESA NAMPUDADI

SEJARAH DESA NAMPUDADI

Tim Creator DesaNampudadi,  Dikutip dari Sejarah dan legenda desa Nampudadi yang ada di RPJMDesa Periode Tahun 2020 - 2025 berikut adalah sejarah Desa Nampudadi . Sumber

 1. Informasi sesepuh Desa Nampudadi

Pada Jaman Kerajaan Mataram, Raja Mataram mengutus bangsawannya untuk mengantarkan Lawang Kori ke Kerajaan Pasir Luhur dengan membawa pesan jangan sampai dilihat oleh orang, namun dalam perjalanan menuju ke Kerajaan Pasir Luhur di perjalanan ada orang yang melihatnya atau dalam bahasa jawa kemenungsan sehingga berhenti di suatu wilayah yaitu Desa Tegalretno yang sekarang di kenal dengan Dukuh Mbaleng, setelah orang yang melihat itu pergi Lawang Kori di lanjutkan di bawa ke Kerajaan Pasir Luhur namun dalam perjalanan akan menjelang subuh maka pembaawa lawang kori berhenti di Desa Nampudadi dan menempatkan Lawangkori di dekat Musholla Tiban Dukuh Sentul yang di terima oleh Mbah Raden Ngabehi Wanantaka sebagai Kepala Desa Nampudadi.

2.     Sumber Informasi sesepuh Desa Nampudadi

Konon cerita orang/sesepuh Desa pada jaman dahulu dari Kerajaan Ngayujokarto mengutus bangsawannya yang bernama Raden Mas Ngabehi Wanantaka untuk melalangbuana dan berhenti di salah satu hutan, kemudian dia membabat hutan untuk dijadikan suatu perkampungan. Setelah hutan menjadi perkampungan pada suatu hari Raden Mas Ngabehi Wanantaka akan melaksanakan Sholat dan mengambil air wudlu dan tongkat yang berasal dari pohon Nampu yang di pegangnya di tancapkan ke tanah dan seketika itu tongkat itu tumbuh atau Jadi maka kemudian perkampungan itu di beri Nama Pudadi yang sekarang di sebut Nampudadi

Kemudian setelah Desa terbentuk maka Raden Mas Ngabehi Wanantaka memimpin Desa itu, dari Kerajaan Ngayujokarto kemudian memberi suatu penghargaan atau tetenger berupa benda bersejarah yang disebut Lawang Kori dan sampai sekarang masih ada, dan lawang kori tersebut selalu berada di rumah kepala desa yang ditempatkan di sebelah selatan bagian timur pekarangan kedes dan harus menghadap ke timur. Adapun atapnya harus dengan alang – alang dan sampai sekarang masih ada.

3.     Sumber Informasi Bapak H. Anwarudin Dukuh Sentul Desa Nampudadi  serta Mbah Jaenudin Dukuh Kalirahu

Pada saat sebelum berdirinya Kabupaten Kebumen berdiri beberapa Kabupaten di antaranya Kabupaten Ambal, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Gombong dan seterusnya.

Dari salah satu Kabupaten yaitu Bupati Karanganyar memesan suatu benda yang berukir. Adapun benda yang berukir tersebut di buat oleh salah satu warga Tegalretno dan setelah benda berukir tersebut selesai di kerjakan di namakan lawang kori. Dari pembuat Lawang Kori menyuruh orang untuk membawa ke Kabupaten Karanganyar atas Pesanan Bupati Karanganyar , dengan memberi Pesan bahwa pada saat dalam perjalanan tidak boleh menengok kanan dan kiri sebelum sampai Kabupaten Karanganyar, namu di tengah perjalanan pembawa Lawang Kori mendapat ujian sehingga Lawang Kori berhenti di suatu Tempat di sebelah selatan Makam Karang Pule yang masuk wilayah Desa Nampudadi Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen saat ini, tepatnya di dukuh Kradenan yang salah satu wilayah Pedukuhan Desa Nampudadi.

4.     Sumber Informasi Mbah Hudi Desa Tegalretno

Bahwa sekitar tahun 700 Masehi ada seorang ulama yang menjadi waliyulloh yaitu Kanjeng Sunan Kalijaga, dan Kanjeng Sunan Kalijaga mempunyai santri yang banyak nampun ada dua orang santri dari Kanjeng Sunan Kalijaga yang ditugaskan untuk mendarmabatktikan ilmuya kepada masyarakat yang kala itu masih banyak yang menganut ajaran sesat bahkan memuja benda-benda mati, adapun dua orang santri tersebut benama Raden Ngabehi Wanantaka dan Ki Ageng Pandanaran, setelah Raden Ngabehi Wanantaka dan Ki Ageng Pandanaran mendapat ijin dan Doa Restu dari Gurunya yaitu Kanjeng Sunan Kalijaga maka Raden Ngabehi Wanantaka dan Ki Ageng Pandanaran meninggalkan Padepokan atau Pondok Pensantrennya untuk melanglang buana dan Raden Ngabehi Wanantaka dan Ki Ageng Pandanaran berpisah untuk melaksanakan Tugas yang diberikan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga.

Setelah sekian lama bahkan bertahun tahun Raden Ngabehi Wanantaka dan Ki Ageng Pandanaran Perpisah maka pada suatu hari beliau di pertemukan di suatu tempat yaitu di wilayah Jimbun yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Sruweng Desa Giwangretno dan menjadi salah satu Pedukuhan di Desa Giwangretno yaitu Dukuh Jimbun dari hasil Pertemuan beliau adalah bahwa Raden Ngabehi Wanantaka bertugas di Jawa Tengah dan Ki Ageng Pandanaran bertugas di Jawa bagian Timur dan menjadi Pimpinan pada kala itu.

Raden Ngabehi Wanantaka memimpin Jawa Tengah dengan sebutan Lurah sejawa tengah sementara Ki Ageng Pandanaran menjadi Bupati Jabalaikat.

Dari Pernjalanan Mbah Raden Ngabehi Wanantakan sampailah disuatu hutan yang selanjutnnya dijadikan suatu perkampungan oleh Raden Ngabehi Wanantaka, dimana Raden Ngabehi Wanantakan mempunyai sebuah barang berupa tongkat, dan pada suatu hari Raden Ngabehi Wanantaka akan melaksanakan Sholat dan mengambil air wudlu dan tongkat yang di pegangnya itu terbuat dari Pohon Nampu setelah di  tancapkan ke tanah dan seketika itu tongkat tersebut Tumbuh atau Jadi, maka hutan yang sudah menjadi Perkampungan oleh Raden Ngabehi Wanantaka di namakan Pudadi yang sampai sekarang disebut Desa Nampudadi walaupun masih bayak orang yang bertanya atau menyebut Desa Pudadi, dan sekarang Desa Nampudadi masuk dalam wilayah Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen.

Setelah adanya nama Nampudadi Mbah Raden Ngabehi Wanantaka diberi suatu Penghargaan oleh Raja Mataram untuk mengabilnya di suatu wilayah yang berupa Benda Berukir yang menyandar di antara dua Pohon Besar dan terbelit pohon lainnya adapun kedua pohon besar itu bernama pohon Kapen yang terbelit oleh pohon serut.

Kemudian Mbah Raden Ngabehi Wanantaka pergi ke suatu wilayah di mana Benda Berukir tersebut berada dan membawa ke Nampudadi dengan catatan harus pada malam hari sebelum subuh sudah sampai di Nampudadi dan benda berukir itu disebut Lawang Kori artinya Lawang ya kori Kori ya Lawang.

Kemudian Warga Masyarakat di wilayah dimana Lawang Kori tersebut menyandar di bawah alam sadar ada yang melihat Lawang Kori itu terbang seperti kilat dengan kecepatan yang sangat cepat, karena warga masyarakat di wilayah tersebut tidak mengetahui kepergian Lawang Kori maka pada saat itu wilayah tersebut dinamakan Mbaleng yang artinya Amba- amba ning ora ndelneg atau wilayah yang begitu luas dengan adanya barang berukir (Lawang Kori ) itu hilang tidak ada yang melihatnya, adapun mbaleng tersebut berada di Desa Tegalretno Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen yang menjadi salah satu Pedukuhan di Desa Tegalretno. ( Sumber informasi Mbah Hudi Desa Tegalretno pada tanggal 8 Februari 2020 ).

Dengan bertambahnya Penduduk di Desa Nampudadi yang di Pimpin oleh Mbah Raden Ngabehi Wanantaka maka pada suatu hari mengadakan suatu Pertemuan antara Tokoh Pemerintah, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat bermusyawarah mengenai keberadaan Lawang Kori dengan hasil keputusannya adalah bahwa siapapun nanti yang menjadi Kepala Desa Nampudadi harus mau ketempatan dan merawat Lawang Kori dalam bentuk sebagai Penghormatan adapun bentuk penghormatan yang selama ini di lakukan oleh Kepala Desa adalah membuat sesaji dan semua masakan yang di olah oleh Keluarga Kepala Desa tidak di perkenankan di cicipin terlebih dahulu.

Tempat untuk Lawang Kori sampai saat ini berada di depan rumah Kepala Desa Nampudadi sebelah selatan bagian Timur Pekarangan menghadap ke Timur.

Bentuk Lawang Kori Berupa Balok kayu yang terukir dan beratapkan alang – alang.

Prosesi Pemindahan Lawang Kori selalu di lakukan dimana jika terjadi Pergantian Kepala Desa baru dengan cara Lawang Kori yang berada di Kepala Desa Lama di turunkan dengan prosesi adat yang sudah biasa dilakukan dengan di awali Kepala Desa baru mohon ijin kepada Kepala Desa lama untuk membawa Lawang Kori dan kemdian Lawang Kori itu di lurubi dengan samping atau pakaian Perempuan seperti Kain samping batik bercorak.............., Pakaian Kebaya, Pakaian Kutang, Ikat Pinggang dan alat Kecantikan Perempuan, yang kemudian di panggul oleh Keluarga Kepala Desa baru atau masyarakat Desa dengan berjalan kaki menuju rumah Kepala Desa baru dengan di iringi oleh kesenian kuda lumping dan sesampainya di rumah kepala Desa baru Masyarakat yang di tuakan atau yang di suruh memimpin prosesi pemindahannya menyerahkan kepada Kepala Desa yang baru dan selanjutnya baru prosesi Pemasangan Lawang Kori

5.     Sumber Informasi Bapak Sawaludin Tokoh Masyarakat Desa Nampudadi

Pada jaman Kerajaan Ngayujokarto Hadiningrat yang di pimpinoleh Sri Sultan Hamengkubuwono I mengadakan Lomba mengukir, karena Pengumuman Lomba mengukir di ketahui atau di dengar banyak orang maka ada salah satu warga yang berasal dari Suku Badui akan mengikuti Lomba di Kerajaan Ngayujokarto dan Benda berukir atau yang di beri nama Lawang Kori di bawa ke Ngayujokarto melalui Pesisir Pantai selatan dengan berjalan kaki dari wilayah suku badui dengan membawa 1 lembar seng untuk menutupi lawang kori jika di perjalanan terjadi hujan.

Dari Kerajaan Ngayujokarto mendengar bahwa dari suku badui ada yang akan mengikuti lomba maka Raja Ngayujokarto mengutus bangsawannya untuk memberitahukan bahwa Peserta Lomba Mengukir sudah cukup dan Lawang Kori yang dari Suku Badui itu diperintahkan untuk di berikan atau di tempatkan di Desa Nampudadi sebagai Penghargaan kepada Kepala Desa Nampudadi yang pada saat itu di pimpin oleh Mbah Nur Jasman Kepala Desa Pertama di Desa Nampudadi

 

 

 

 

 

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar Ke Twitter

Kebumen Terkini

Tahun Ini KIE Ditiadakan, Diganti Expo Keagamaan
Peringati Hardiknas, Bupati Kebumen Upayakan Para Guru Honorer Diangkat PPPK
Peringati Hari Buruh, Bupati Kebumen Sebut Angka Penganguran Turun
Berkomitmen Majukan Pendidikan, Bupati Kebumen Raih Penghargaan Detik Jateng-Jogja Awards
Puluhan Ribu Warga Padati Alun-alun Pancasila, Nobar Timnas U-23 vs Uzbekistan

Arsip Sejarah Desa

Data Desa

Statistik Pengunjung

Polling 1

Polling 2